3.5.14

Kesahajaan Rasulullah

Pribadi Rasulullah SAW itu sederhana. Beliau dan para sahabatnya selalu
hidup dalam keterbatasan, tapi mereka tetap teguh dalam barisan tauhid
walaupun dalam keadaan sangat lapar.

Keserderhanaan pribadi Rasulullah SAW dan para sahabat dikisahkan oleh
Abu Hurairah,”Demi Allah, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, (terkadang)
aku tidur di atas tanah dengan perut lapar, dan (terkadang) aku ikatkan
sebuah batu ke perutku untuk menahan lapar.”
Tidak saja soal makanan, Rasulullah dalam hal tidur, beralaskan tikar dan
rumahnya sangat sederhana. Kalau ada pakaian yang sobek atau koyak,
beliau sendiri yang menambalnya, tidak menyuruh istrinya. Beliau juga
memerah sendiri susu kambing untuk keperluan keluarga maupun dijual.
Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang siap untuk
dimakan, sambil tersenyum Baginda menyingsingkan lengan bajunya
untuk membantu istrinya di dapur. Sayidatuna ‘Aisyah mengisahkan,
“Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumah
tangga.”

Pernah Baginda pulang pada waktu pagi, dan tentulah amat lapar saat itu.
Namun dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah
pun tidak ada, karena ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya,”Belum
ada sarapan, ya Humaira? (Humaira adalah panggilan mesra untuk
sayidatuna ‘Aisyah yang berarti “Wahai yang kemerah-merahan”).
Aisyah menjawab dengan agak serba salah,”Belum ada apa-apa, wahai
Rasulullah.”
Rasulullah lantas berkata,”Kalau begitu, aku puasa saja hari ini.” Tak
sedikitpun tergambar rasa akesal di wajahnya.

Sayidatuna ‘Aisyah mengisahkan kesederhanaan Rasulullah SAW tidak
pernah memenuhi perutnya. Ketika bersama keluarganya, beliau tidak
pernah minta makan kepada istri-istrinya. Jika mereka menghidangkan
makanan , beliau pun makan. Beliau memakan apa yang dihidangkan
mereka, dan meminum apa yang dihidangkan mereka.”
Walau Nabi Muhammad SAW penuh kesederhanaan, bahkan terkadang tak
jarang makan, beliau tetap tegar menjalankan risalah kenabian yang
melekat pada dirinya. Pernah suatu ketika, saat beliau menjadi imam
shalat, para sahabat melihat gerakan Baginda Nabi antara satu rukun ke
satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi
menggerutuk, seolah-olah sendi-sendi pada tubuh manusia yang paling
mulia itu bergeser.

Usai shalat, Sayidina Umar bin Khatab yang tidak tahan melihat keadaan
Nabi, langsung bertanya,”Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah engkau
menanggung penderitaan yang amat berat. Sakitkah, Ya Rasulullah?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar,” jawab beliau dengan
wajah yang senantiasa tersenyum.
“Ya Rasulullah, mengapa setiap kali engkau menggerakan tubuh, kami
mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh engkau? Kami yakin,
engkau sedang sakit,” umar mendesak, cemas.
Akhirnya Rasulullah SAW mengangkat jubahnya. Para sahabat amat
terkejut. Perut Baginda yang kempis, kelihatan dililit sehelai kain yang
berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang
menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali tubuh Nabi bergerak.
“Ya Rasulullah, adakah bila engkau mengatakan lapar dan tidak punya
makanan kami tidak akan mendapatkannya buat engkau?”
Lalu Baginda Nabi menjawab dengan lembut, “Tidak, para sahabatku. Aku
tahu, apapun akan engkau korbankan demi rasulmu. Namun apakah akan
aku jawab di hadapan Allah nanti bahwa aku, sebagai pemimpin, menjadi
beban kepada umatnya? Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah Allah buatku,
agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini, lebih lebih lagi
tiada yang kelaparan di akhirat kelak.”

Mengenai makan dan minum, Rasulullah SAW adalah orang tidak
kecanduan terhadapnya. Nabi menganjurkan agar mengurangi keperluan
makan minum dan tidur.
Al Miqdam ibn Ma’dikarib berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda,”Anak
Adam tidak memenuhi suatu bejana yang lebih buruk dari perutnya.
Cukuplah bagi anak Adam beberapa potong makanan untuk menguatkan
punggungnya. Jika memerlukan lebih banyak lagi, sepertiganya untuk
minum dan sisanya untuk bernafas. Sebab akibat dari banyak makan dan
minum adalah banyak tidur.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
(Aji Setiawan/nu.or.id)

0 komentar:

Posting Komentar

Get this blog as a slideshow!